Beranda » Adventure » Peninggalan Belanda yang Kini Menjadi Wisata Sejarah

Penjajahan Belanda yang berlangsung di Indonesia selama kurang lebih 350 tahun, meninggalkan bangunan – bangunan yang kini masih berdiri tegak dan menjadi wisata sejarah, wisata edukasi maupun wisata arsitektur.

Berikut ini adalah bangunan peninggalan Belanda di Indonesia yang kini menjadi destinasi wisata :

  1. Benteng Fort Rotterdam di Makassar Sulawesi Selatan

Awalnya benteng ini dibangun oleh Sultan Gowa ke 8 dan nama awalnya adalah Benteng Jum Pandang, namun diserahkan kepada VOC pada tanggal 18 November 1667 karena penandatanganan perjanjian Bongaya. Oleh pihak Belanda, benteng tersebut diubah menjadi Benteng Fort Rotterdam sesuai dengan nama kota kelahiran komandan VOC di perang Makassar pada saat itu yaitu Cornelis Speelman.

Benteng Rotterdam – Makassar

Fort Rotterdam digunakan oleh Belanda pada saat itu sebagai pusat administrasi VOC. Selain itu Pangeran Diponegoro juga ditahan oleh Belanda di tempat ini. Dalam kompleks benteng Fort Rotterdam juga terdapat Museum La Galigo yang menyimpan berbagai koleksi benda – benda prasejarah maupun benda – benda bersejarah. Wisatawan juga dapat membeli souvenir yang dijual di depan museum.

  1. Benteng Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan

Benteng Somba Opu saat itu menjadi pusat administrasi Gowa Tallo dan sebagai kekuatan maritim pada abad 16, sehingga disekitar Benteng Somba Opu didirikan pemukiman pedagang. Namun seiring berakhirnya perang Makassar, benteng ini juga direbut oleh VOC dibawah kekuasaan Cornelis Speelman.

Benteng Somba Opu – Makassar

Benteng ini sempat puluhan tahun ditinggalkan sehingga tumbuh semak belukar dan runtuh sedikit demi sedikit serta sulit untuk diakses. Namun pemerintah daerah merevitalisasi benteng ini pada tahun 1990. Sekarang wisatawan dapat mengunjungi Benteng Somba Opu dan di dalamnya terdapat pula bangunan rumah adat suku – suku di Sulawesi Selatan serta terdapat pula Museum Karaeng Pattingalloang. Museum ini terdapat meriam yang digunakan pasukan Gowa saat perang Makassar, selain itu terdapat pula baju adat suku – suku di Sulawesi Selatan, senjata tradisional, alat kesenian, alat pernikahan adat Makassar, serta beberapa lukisan.

  1. Benteng Vredeburg Yogyakarta
Baca juga:  Paket Tour Wisata Makassar, Solusi Perjalanan Mudah

Pertama kali dibangun pada tahun 1760 atas perintah  Sri Sultan Hamengku Buwono I dan permintaan pihak Belanda pada saat itu. Awalnya pembangunan benteng tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan Keraton Yogyakarta, namun tujuan sebenarnya adalah untuk memudahkan pengawasan pihak Belanda terhadap segala kegiatan yang ada di keraton.

Benteng Vredeburg – Yogyakarta

Benteng ini awalnya memiliki nama Rustenburg, yang berarti tempat peristirahatan. Tetapi karena terjadi gempa di Yogyakarta pada tahun 1867 yang mengakibatkan sebagian bangunan Benteng Rustenburg mengalami keruntuhan, maka dilakukan pembangunan kembali benteng dan namanya diganti menjadi Vredeburg yang berarti perdamaian. Hal ini dilakukan sebagai simbolis wujud perdamaian antara pihak Belanda dan Keraton Yogyakarta. Wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta dapat menyempatkan diri berkunjung ke Benteng Vredeburg ini untuk lebih mengenal sejarah Belanda di Kota Yogyakarta maupun untuk sekedar berfoto.

  1. Museum Fatahillah Jakarta
Baca juga:  Tour Sulawesi Selatan

Museum Fatahillah terletak di Kawasan Kota Tua di Jakarta Barat. Pada awalnya Gedung ini merupakan Balaikota Batavia (Stadhuis Van Batavia) yang diresmikan oleh Gubernur Jendral Belanda Abraham Van Riebeeck pada tahun 1710. Gedung ini hanya bertahan sebagai balaikota selama 6 bulan karena serangan dari pasukan Sultan Agung. Kemudian dibangun kembali pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen.

Museum Fatahillah – Jakarta

Untuk diketahui oleh para wisatawan yang berwisata ke sana, Museum Fatahillah Jakarta terbagi menjadi beberapa ruangan, antara lain ruang prasejarah Jakarta, ruang Tarumanegara, ruang Jayakarta, ruang Fatahillah, ruang Sultan Agung, dan ruang MH Thamrin. Koleksi yang dimiliki kurang lebih sebanyak 23.500 benda bersejarah baik asli maupun replika, antara lain replika peninggalan kerajaan Tarumanegara dan Pajajaran, benda – benda tentang sejarah Jakarta, arkeologis hasil penggalian di Jakarta, perabotan pada masa penjajahan Belanda, serta koleksi guci, keramik, prasasti dan gerabah. Koleksi penting yang ada di Museum Fatahillah adalah prasasti Ciaruteun dari Tarumanegara, meriam si Jagur, sel tahanan Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro, lukisan gubernur jendral Belanda dari tahun 1602 – 1942, dan bahkan ada patung Dewa Hermes.

  1. Lawang Sewu Semarang Jawa tengah

Banyak dari masyarakat Indonesia yang telah mengenal ataupun pernah mendengar tentang Lawang Sewu di Kota Semarang. Lawang Sewu memang terkenal dengan kisah mistisnya dengan beredarnya cerita tentang penampakan makhluk astral yang berada disana dan sering dijadikan tempat untuk uji nyali. Namun dibalik semua itu, Lawang Sewu memiliki sejarah yang jauh dari hal – hal mistis.

Baca juga:  Study Local MTS An Nahdlah Layang di Makassar

Bangunan Lawang Sewu pada awalnya dirancang oleh Prof Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag yang keduanya berasal dari Amsterdam. Mereka mendesain bangunan Lawang Sewu menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang sangat banyak sebagai system sirkulasi udara. Karena jumlah pintu dan jendela yang sangat banyak, masyarakat setempat menamainya Lawang Sewu.

Lawang Sewu – Semarang

Lawang Sewu awalnya merupakan Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Swasta (Het Hoofdkantoor van de Nederlansch indische Spoorweg Maatscappij atau disingkat NIS). Hal ini sebagai bukti awal mula sejarah perkembangan kereta api di Indonesia. Lawang sewu dibagi menjadi beberapa bagian yaitu Gedung A yang merupakan bangunan utama kantor NIS, Gedung B yang merupakan perluasan dari Gedung A, Gedung C dahulu digunakan untuk mencetak tiket dan jadwal kereta api NIS, Gedung D dahulu merupakan rumah penjaga yang berupa bangunan satu lantai beratap limas dimana kepala tiangnya berbentuk ziggurat terbalik, Gedung E yang memiliki atap berbentuk pelana dan penutup genteng, serta Rumah Pompa yang berbentuk segi delapan.

Pada tahun 1942 – 1945, Lawang Sewu sempat dijadikan kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang) oleh tentara Jepang. Setelah tahun 1949, Lawang Sewu digunakan sebagai markas KODAM IV Diponegoro. Tahun 1994, Lawang Sewu diserahkan ke pihak Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA). Saat ini Lawang Sewu menjadi museum yang terdapat koleksi mengenai perkeretaapian Indonesia dari masa ke masa, selain itu juga dapat disewakan sebagai tempat untuk pertemuan, pemotretan, kegiatan pameran, festival dan lain sebagainya.

 

# Bagikan informasi ini kepada teman atau kerabat Anda

Belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi.

Komentar Anda* Nama Anda* Email Anda* Website Anda

Kontak Kami

Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.